Milenial dan Politik, antara Skeptisisme dan Harapan Baru

Editor: BIRO HALSEL

Foto: Samuel Ahasweros Ahiyate

Oleh: Semuel Ahasweros Ahiyate


KETERLIBATAN kaum milenial dalam dunia politik bukan sekadar penting, tetapi menjadi keniscayaan bagi keberlanjutan demokrasi Indonesia. Generasi ini, yang kini mendominasi komposisi demografis pemilih, adalah wajah Indonesia hari ini. 


Namun, kenyataannya, keterlibatan mereka dalam ruang-ruang pengambilan keputusan masih terbilang minim, terutama di institusi formal seperti partai politik.


Stigma terhadap politik menjadi penghalang pertama yang harus segera dirobohkan. Di mata sebagian besar anak muda, politik kerap dicitrakan sebagai dunia yang penuh kepentingan, manipulasi, dan jauh dari idealisme. 


Tak sedikit milenial yang kemudian memilih menjauh, bersuara lewat media sosial, namun enggan terlibat langsung dalam struktur politik yang nyata.


Padahal, partai politik adalah tulang punggung demokrasi. Di situlah kebijakan disusun, ide-ide dirumuskan, dan kepemimpinan bangsa ditempa. Jika milenial ingin membawa perubahan yang berdampak nyata, maka keterlibatan dalam partai politik bukanlah pilihan, melainkan keharusan.


Namun pertanyaannya, sejauh mana partai politik membuka pintu bagi generasi muda?


Realitas hari ini menunjukkan bahwa sebagian besar partai masih cenderung eksklusif. Struktur internal kerap dikuasai oleh kelompok tertentu yang menempatkan loyalitas di atas kapasitas. Tak jarang, ruang bagi milenial yang kritis dan progresif justru dibatasi oleh sistem yang feodal dan elitis. 


Di sinilah tantangan terbesar berada: apakah milenial hanya akan menyesuaikan diri dengan sistem yang ada, atau justru hadir untuk mendobrak dan membawa semangat pembaruan?


Saya percaya pada pilihan kedua.


Milenial harus hadir bukan sebagai pelengkap, tetapi sebagai motor perubahan. Generasi muda punya potensi besar dalam membangun politik yang lebih transparan, partisipatif, dan berorientasi pada kepentingan publik. Nilai-nilai seperti integritas, kolaborasi, dan keterbukaan, yang tumbuh bersama generasi digital, perlu diinjeksikan ke dalam tubuh partai politik.


Tentu saja, jalan ini tidak mudah. Dunia politik penuh dinamika, konflik, dan kompromi. Tapi di situlah pembelajaran dan proses kematangan terjadi. Milenial harus siap bersaing secara sehat, siap menerima perbedaan pandangan, dan tetap teguh memegang prinsip.


Di sisi lain, partai politik pun perlu berbenah. Kaderisasi tidak boleh sekadar formalitas. Pembukaan ruang bagi anak muda tidak boleh berhenti pada slogan. Perlu ada keberanian untuk menata ulang mekanisme internal agar lebih meritokratis dan inklusif. 


Demokrasi yang sehat hanya mungkin terwujud jika semua elemen bangsa, termasuk generasi muda, diberi ruang dan kepercayaan untuk berkontribusi.


Kini saatnya milenial tidak hanya menjadi penonton dalam panggung politik nasional. Mereka harus menjadi pemain utama, bukan demi ambisi pribadi, tetapi demi masa depan yang lebih adil, demokratis, dan berpihak pada rakyat.


Karena sesungguhnya, politik bukan hanya tentang kekuasaan. Ia adalah tentang harapan. Dan harapan itu, ada di tangan generasi muda.

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Copyright © 2021 KritikPost.id | Powered By PT. CORONGTIMUR MEDIA GRUP - All Right Reserved.