![]() |
Foto : Penulis (istimewa). |
Oleh : Sefnat Tagaku, Penulis Buku Melihat Indonesia dari Pinggiran.
Sepintas Refleksi
Hanya ada satu kepentingan politik kaum muda disaat itu, yaitu merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah. Sebelum jauh 28 Oktober 1928, pemuda sudah memposisikan diri sebagai pejuang bangsa ini melalui komunitas-komunitas kedaerahan. Gerakan itu sudah dibangun sejak organisasi Boedi Oetomo didirikan pada 1908.
Namun perjalanan waktu yang terus bergulir, kesadaran lain muncul dalam benak para pemuda, bahwa puncak pencapaian dari arak-arakan mereka hanya akan sia-sia jika perjuangannya masih bersifat kedaerahan. Tidak ada kekuatan besar tanpa persatuan. Apalagi untuk melawan para penjajah.
Kesadaran itulah yang memicu semangat menyatukan kekuatan pemuda dari berbagai daerah untuk merebut yang namanya kemerdekaan. Maka pada tanggal 27 Oktober 1928 melalui Kongres Pemuda ke-II, naskah sumpah pemuda disepakati dan berhasil dideklarasikan satu hari setelah Kongres, tepatnya pada 28 Oktober 1928.
Ada tiga prinsip tertuang dalam pengakuan dan sumpah pemuda yang mesti menjadi refleksi kita secara bersama hingga di hari ini, yakni; bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu. Tiga point penting ini merupakan dasar semangat para pemuda untuk terus berjuang.
Akhirnya puncak dari perjuangan itu dicapai, tepat pada 17 Agustus 1945, Indonesia berhasil mendeklarasikan kemerdekaannya dari tangan penjajah. Atas jiwa dan semangat yang dimiliki oleh pemuda disaat itu, berbagai julukan dan gelar pun disandang, baik sebagai "agen of control" maupun "agen of change" dan sebagainya.
Pemuda Hari Ini dan Politik
Tidak ada yang menyalahkan suatu masa, apalagi mengutuknya. Memang karena gaya hidup terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat ini. Karena itu, gaya berpikir dan gaya bertindak pemuda dulu berbeda dengan sekarang.
Meski tak sedikit persepsi buruk yang dilontarkan di hari ini, seperti; 'pemuda dulu adalah harapan bangsa dan sekarang harapan bantal', namun faktanya pemuda hingga sekarang masih berada pada paradigma publik dengan posisi terbaik. Artinya, masa depan bangsa ini masih digantungkan di pundak pemuda.
Lantas bagaimana sikap pemuda dalam melihat berbagai dinamika sosial yang terus menggerogoti kehidupan masyarakat? Problem pendidikan, perilaku melawan hukum yang meningkat, masalah ekonomi, dan sederetan persoalan lainnya menjadi PR pemuda di hari ini.
Tentu untuk menyikapi dinamika-dinamika semacam ini, pemuda tidak cukup menjadi pengontrol (Agen of control) namun pula harus menjadi pelaku perubahan (Agen of change), sehingga anak muda atau sebutan trennya kaum Milenial dapat berkontribusi penuh dalam mendorong berbagai kebijakan pemerintah yang berdampak pada kehidupan masyarakat.
Salah satu bentuk upaya pemuda dalam mendorong berbagai perubahan adalah melalui jalur politik. Dengan melibatkan diri dalam kontestasi politik (sebagai peserta pemilu atau Pilkada), pemuda akan mendapatkan banyak ruang dan kapasitas yang mumpuni untuk terlibat sebagai pelaku perubahan.
Problem Pemuda di Ruang Politik dan Solusinya
Menjemput momentum politik dengan melihat berbagai pengalaman sebelumnya, pemuda harus mampu membaca tantangan dan peluang di hari ini. Ada banyak problem yang dapat melemahkan pemuda, pun ada peluang yang bisa dijadikan sebagai kekuatan. Salah satu dari sekian kelemahan yang kerap ditemukan adalah masalah ekonomi.
Keterbatas ekonomi menjadi salah satu tantangan terbesar kaum muda dalam keterlibatannya di ruang-ruang politik ditengah maraknya praktek Politik Uang (Money Politic) dan Politik Identitas (Identity Politic). Untuk mengantisipasi hal ini, pemuda harus tampil dengan cara yang berbeda dihadapan masyarakat.
Memberikan pemahaman kepada akar rumput (rakyat) adalah suatu hal penting yang mestinya dilakukan oleh pemuda. Karena untuk mendorong kepentingan rakyat, pemuda membutuhkan dukungan full dari berbagai elemen masyarakat, termaksud kepercayaan dari mereka untuk mendistribusikan potensi anak muda ke berbagai lembaga (baca : Eksekutif dan Legislatif).
Dengan begitu, kaum milenial akan mendapatkan banyak ruang dan kesempatan dalam menduduki posisi-posisi strategis pada lembaga-lembaga yang dapat menentukan arah nasib bangsa kedepan. Paling tidak, berbagai fakta hari ini akan menjadi referensi pemuda untuk melahirkan kesadaran masyarakat tentang dampak dari sikap politik yang salah.
Jika tidak, kita semua akan terus menikmati gaya kepemimpinan atau kekuasaan yang hanya mementingkan sekelompok elit politik tanpa memikirkan nasib rakyat. Semoga semangat memperingati hari Sumpah Pemuda dapat menjadi spirit baru bagi seluruh kaum Milenial dalam menjemput momentum politik 2024.