![]() |
Foto : Melki Molle |
Oleh: Melki Molle (Jurnalis Corongtimur.com)
Hari raya Paskah sudah selesai.
Puasa sementara berlangsung, dan hari ini hari kemenangan telah diraih oleh
sudara-sudara kita umat muslim di Indonesia khususnya Maluku Utara. Kesibukan
masyarakat Maluku Utara demi menyongsong hari besar keagamaan di bulan April
2023, mewarnai mobilitas masyarakat pada umumnya.
Maluku Utara adalah Provinsi
kepulauan, Provinsi yang memiliki populasi manusianya tersebar diberbagai
kabupaten/kota. Secara geografis Maluku Utara memiliki keunikan daerah karena
luas laut lebih besar dari luas daratan.
Selain keunikan luas laut dan
daratan, Maluku Utara juga tidak kalah menarik, dengan daerah-daerah lain,
seperti peninggalan dan pemeliharaan 4 kerajaan yakni, yang kita kenal dengan
Kepulauan raja-raja atau kesultanan.
Ada kesultanan Ternate,
kesultanan Jailolo, kesultanan Tidore, dan kesultanan Bacan. Ke- 4 kesultanan
ini diwariskan oleh para leluhur para raja dan para kapita, sampai saat ini
semuanya itu masih kita nikmati keindahannya dan daya tariknya.
Jika keunikan dan keindahan
daerah propinsi Maluku Utara ini dikemas secara baik oleh pemangku kepentingan
pemerintah pusat dan daerah sungguh akan menyatakan keindahannya secara nyata
dirasakan oleh kita semua sebagai warga masyarakat Maluku Utara yang tersebar
di beberapa daerah kabupaten/kota.
Tentu dari aspek historis ada
begitu banyak sejarah telah terjadi, kesemuanya itu dapat kita maknai sebagai
peradaban manusia dan dinamika sosial dan perubahan yang ada di Maluku Utara
dan pulau-pulau sekitarnya.
Selain itu, Maluku Utara banyak
menyimpan potensi SDA seperti Mas, Nikel, batubara, Batu Bacan, dan potensi
perairan laut. Tidak bisa dibiarkan begitu saja diatur semau saya, semau kami,
atau semau mereka oleh segelintir orang, oleh kaum korporasi.
Sekarang kita bisa melihat secara
dekat, tambang-tambang di bangun, tenaga kerja luar masuk, kebutuhan 9 bahan
pokok menlonjak naik, konflik antar suku mulai dianggap biasa, investor
berjibaku meraih keuntungan yang tiada tara.
Mungkinkah 20-50 tahun kedepan kita
akan berada pada kesejahteraan sebagai bagian dari konsekwensi inves
pertambangan, dengan alasan tambang membawa keuntungan. Pada prinsipnya serapan
tenaga kerja menjadi janji investor dan pemerintah daerah, berdampak pada
ekonomi masyarakat yang mensejahterakan.
Tapi kita dapat melihat secara
dekat bahwa harapan itu jauh panggang dari api. Dimana keuntungan pertambangan,
atau dampaknya adalah kemiskinan yang tiada tara. Ini pertanyaan kritis bagi
kita semua sebagai generasi terang, generasi tanpa batas teritorial.
Sementara itu, dilansiir dari
JatimNetwork.com, Selasa (11/4/2023) dapat dilihat beberapa kabupaten termiskin
di Provinsi Maluku Malut;
1. Kabupaten Halmahera Timur
Penduduk miskin di tahun 2021:
14,58 ribu jiwa. Sedangkan penduduk miskin di tahun 2022: 13,00 ribu jiwa.
2. Kabupaten Halmahera Selatan
Penduduk miskin di tahun 2021:
12,24 ribu jiwa. Dan penduduk miskin di tahun 2022: 11,89 ribu jiwa.
3. Kabupaten Halmahera Barat
Penduduk miskin di tahun 2021:
10,59 ribu jiwa. Penduduk miskin di tahun 2022: 10,06 ribu jiwa.
4. Kabupaten Halmahera Utara
Penduduk miskin di tahun 2021:
10,16 ribu jiwa. Sementara penduduk miskin di tahun 2022: 9,01 ribu jiwa
5. Kabupaten Kepulauan Sula
Penduduk miskin di tahun 2021:
8,36 ribu jiwa. Sedangkan penduduk miskin di tahun 2022: 7,84 ribu jiwa
6. Kabupaten Halmahera Tengah
Penduduk miskin di tahun 2021:
7,65 ribu jiwa dan penduduk miskin di tahun 2022: 6,93 ribu jiwa
7. Kabupaten Pulau Morotai
Penduduk miskin di tahun 2021:
4,45 ribu jiwa. Sementara penduduk miskin di tahun 2022: 3,77 ribu jiwa.
Dengan demikian, dapat dinyatakan
bahwa kemiskinan datang menghampiri masyarakat Maluku Utara ditengah maraknya
pertambangan dibangun dengan alasan kesejahteraan.
Kesenjangan ini tidak bisa
dianggap biasa-biasa saja, tetapi harus ada upaya taktis untuk mengantisipasi
sikap resistensi dari masyarakat karena pemerintah lalai mengawal proses eksploitasi
Sumber Daya Alam (SDA).
Maluku Utara yang memiliki
potensi besar tapi faktanya berdampak kecil bagi masyarakat lokal, dengan
alasan skill atau kompetensi yang tidak tersedia.
Padahal Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) penting dilakukan.
Hal ini merupakan upaya untuk
memperbaiki sektor pertambangan mineral dan batubara serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. ("").