Reses di Obi, Hidayatullah M. Sjah Temukan Kekecewaan Masyarakat Terkait Program Pemberdayaan

Editor: BIRO HALSEL

Foto: Dialog Anggota DPD RI Bersama Masyarakat 
KRITIKPOST.ID, HALSEL – Kegiatan reses anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Hidayatullah M. Sjah di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, pada 9–10 Juni 2025, diwarnai keluhan masyarakat terhadap implementasi program pemberdayaan yang dinilai tidak berpihak kepada warga lingkar tambang.

Dalam kunjungan yang difokuskan di lima desa yakni Madapolo, Sambiki, Laiwui, Kampung Baru, dan Jikotamo, Sultan Ternate—sapaan Hidayatullah M. Sjah—mendengarkan langsung berbagai aspirasi masyarakat. 


Reses tersebut turut didampingi oleh Gerakan Persatuan Mahasiswa Obi (GPMO-MALUT), di mana Sultan Ternate juga menjabat sebagai penasehat organisasi tersebut.


Dalam penyampaiannya, Sultan Ternate menjelaskan tugas pokok dan fungsinya sebagai anggota Komite I DPD RI yang menangani isu-isu strategis seperti pembentukan daerah otonomi baru (DOB) serta sebagai anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP), yang berperan menyelesaikan persoalan antara masyarakat dan pemerintah, termasuk dengan TNI dan Polri.


Setiap titik reses disambut antusiasme masyarakat yang mendesak agar pembentukan DOB Kepulauan Obi segera diperjuangkan. 


“Kami berharap Sultan bisa menjadi corong utama untuk mengawal dan memperjuangkan DOB Obi di tingkat pusat,” ujar salah satu warga Desa Laiwui.

Hidayat Mudaffar Sjah Saat Bersama Masyarakat Usai Kegiatan Reses
Namun, di sela semangat memperjuangkan otonomi, masyarakat juga menyuarakan kekecewaan terkait buruknya pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) oleh perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Obi, terutama PT Harita Nickel dan PT Wanatiara Persada.

Ketua Umum GPMO Maluku Utara, Rahman Udin, yang turut serta dalam kegiatan tersebut, menyoroti keluhan signifikan yang disampaikan warga di Desa Jikotamo. 

Ia menilai bahwa program Pemberdayaan perusahaan kerap kali hanya bersifat formalitas dan tidak memberikan dampak riil kepada masyarakat.


“Contohnya pembuatan sawah di Desa Buton, yang hanya dijadikan bahan dokumentasi oleh pihak perusahaan. Mereka mengklaim sebagai bagian dari PPM, padahal dalam kenyataannya beras yang beredar justru didatangkan dari luar daerah,” ujar Rahman.


Masyarakat juga mempertanyakan peran pemerintah daerah, khususnya Bupati Halmahera Selatan yang sekaligus menjadi penasehat program pemberdayaan dan pemberi izin usaha pertambangan. 


Warga mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanggung jawab program di kedua perusahaan tersebut.


Keluhan-keluhan ini telah disampaikan langsung kepada Sultan Ternate, yang berjanji akan menindaklanjuti persoalan tersebut di forum resmi DPD RI. 


Masyarakat berharap pemerintah daerah dan pusat tidak menutup mata terhadap ketimpangan yang terjadi di wilayah kaya sumber daya ini.(RD/Red)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Copyright © 2021 KritikPost.id | Powered By PT. CORONGTIMUR MEDIA GRUP - All Right Reserved.