![]() |
Foto: Nikolas Kurama Mantan Anggota DPRD Halsel |
Ia menilai, kegiatan eksplorasi yang dilakukan perusahaan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak buruk terhadap lingkungan dan hak kepemilikan lahan warga.
Kecaman tersebut disampaikan menyusul protes yang dilakukan oleh Lido Gahunting, warga Desa Bobo, pada Kamis, 26 Juni 2025.
Lido memprotes tindakan PT. IMS yang diduga telah menyerobot lahannya dan menggunakan alat berat untuk kegiatan eksplorasi di wilayah tersebut tanpa persetujuan pemilik lahan.
“Saya mengecam keras aktivitas PT. IMS yang tidak hanya menyerobot lahan warga, tetapi juga merusak lingkungan di wilayah Desa Bobo dan Fluk.
Mereka melakukan eksplorasi dengan alat berat, padahal tahapan eksplorasi seharusnya bersifat penelitian, bukan pembebasan lahan besar-besaran,” tegas Nikolas saat diwawancarai oleh Kritikpost.id pada Sabtu (28/6).
Lebih lanjut, Nikolas menyoroti aspek legalitas kegiatan pertambangan yang dilakukan PT. IMS.
Ia menduga Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi yang dimiliki perusahaan tersebut telah kedaluwarsa dan belum diperpanjang sesuai ketentuan perundang-undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), IUP Eksplorasi memiliki masa berlaku tiga tahun dan dapat diperpanjang dua kali, masing-masing selama dua tahun.
Dengan demikian, jangka waktu maksimal IUP Eksplorasi adalah tujuh tahun.
“Jika izin mereka sudah melebihi tujuh tahun dan tidak diperpanjang, maka kegiatan eksplorasi itu menjadi ilegal. PT. IMS harus mengajukan izin baru atau menghentikan aktivitasnya,” ujar Nikolas.
Ia juga menyoroti pelanggaran terhadap aspek lingkungan, di mana PT. IMS masih menggunakan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang disusun pada tahun 2011 dan hingga kini belum melakukan adendum atau penyesuaian terhadap perubahan kondisi di lapangan.
“Dokumen lingkungan yang digunakan sudah tidak relevan. Mereka belum mengantongi izin lingkungan terbaru, tapi sudah merusak ekosistem. Ini sangat melanggar hukum,” tambahnya.
Dalam UU Minerba, Pasal 65 menegaskan bahwa setiap kegiatan pertambangan wajib memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
Sementara Pasal 158 menyebutkan bahwa pelaku kegiatan pertambangan tanpa izin resmi dapat dipidana hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.
“Pemerintah daerah, DPRD Halmahera Selatan, hingga pemerintah pusat harus segera mengambil langkah serius atas kasus ini.
Jangan sampai perusahaan terus menerus melanggar hukum dan merugikan masyarakat,” pungkas Nikolas.
Nikolas Kurama merupakan politisi Partai NasDem dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Fraksi NasDem di DPRD Halmahera Selatan periode 2019–2024.
Pernyataannya ini menjadi sorotan karena mempertegas pentingnya penegakan hukum di sektor pertambangan, khususnya dalam menjaga hak masyarakat dan kelestarian lingkungan.(RD/Red)