![]() |
Foto: Pdt. Albert E. Kofit (Ketua Klasis GPM PP Bacan) |
Dalam keterangannya kepada Kritikpost.id pada Senin (23/6/2025), Albert menyatakan bahwa penanganan bencana tidak cukup dengan bantuan makanan instan, melainkan harus menyasar akar persoalan seperti buruknya sistem drainase dan tata kota.
“Masyarakat tidak lapar. Mereka tidak butuh Sarimi dan telur. Yang dibutuhkan adalah drainase yang baik, perbaikan jalur air, dan penataan kota yang serius agar banjir tidak terus-menerus terjadi,” ujarnya.
Albert menyebut, penyebab utama banjir adalah kombinasi antara penebangan hutan tanpa reboisasi dan maraknya betonisasi di kawasan perkotaan, yang mengurangi daya serap air tanah secara signifikan.
Selain itu, ia menyoroti buruknya pengelolaan sampah yang memperparah genangan karena banyak selokan tersumbat.
![]() |
Foto: Banjir Didepan Gedung Gereja GPM Labuha |
Ia mendesak pemerintah daerah untuk bertindak tegas terhadap pelaku penebangan liar dan segera melaksanakan program reboisasi di daerah-daerah kritis.
Tak hanya itu, pembangunan saluran drainase yang ramah lingkungan dan mempertimbangkan daya serap tanah juga dinilai mendesak.
Albert juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif menjaga lingkungan dan meningkatkan kesadaran kolektif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan ancaman bencana ekologis.
“Kita semua harus berikhtiar dan waspada. Semoga banjir ini segera berlalu dan masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal,” tutupnya.
Banjir yang terjadi di Labuha telah menyebabkan gangguan pada aktivitas warga dan merusak sejumlah fasilitas umum.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak pemerintah daerah terkait langkah penanganan jangka panjang atas bencana tersebut.(RD/Red)