GAMKI adalah Oraganisasi Kader Pemimpin Kristen.

Editor: renaldo garedja


Senior Melky Molle

Demokrasi Internal yang Diuji.

Konferensi Cabang (Konfercab) ke-V GAMKI Halmahera Utara seharusnya menjadi panggung konsolidasi kader, pertarungan ide, dan pembuktian integritas kepemimpinan Kristen muda. Namun, suasana demokrasi itu ternodai oleh tindakan salah satu calon ketua, Willy Jesayas dkk., yang memilih keluar atau log out dari forum sebelum proses pemilihan selesai. Tindakan ini tidak hanya mengejutkan banyak peserta, tetapi juga menjadi cerminan krisis kedewasaan berorganisasi di tubuh kader muda Kristen.

Sikap keluar dari forum tanpa penjelasan resmi menunjukkan ketidaksiapan mental dalam menerima dinamika forum yang sah. Dalam proses pemilihan, gesekan dan perbedaan pendapat adalah hal lumrah. Namun, justru di situlah karakter seorang pemimpin diuji—mampukah ia tetap berdiri di tengah tekanan? Log out tanpa pertanggungjawaban bukan hanya bentuk penghindaran, tetapi juga bentuk ketidakhormatan terhadap proses organisasi.

Tindakan tersebut berdampak lebih dari sekadar absennya satu kandidat. Ia mengirimkan pesan keliru kepada kader muda: bahwa ketika tidak sesuai keinginan, keluar dari proses adalah solusi. Ini bertentangan dengan prinsip kolegialitas dan loyalitas organisasi yang seharusnya dijunjung tinggi. Seorang pemimpin tidak memilih berada hanya saat menang, tetapi juga ketika kalah.

Aturan internal GAMKI mengatur pentingnya menjunjung tanggung jawab, kebersamaan, dan etika kepemimpinan. Sikap yang ditunjukkan oleh Willy Jesayas bertolak belakang dengan nilai-nilai dasar organisasi yang berlandaskan pelayanan dan keterlibatan aktif dalam membangun kesatuan, bukan justru menghindar dari dinamika yang sulit. Coba lihat Kode etik GAMKI, Pasal 8 – Kewajiban Anggota: Seorang kader/pemimpin GAMKI dilarang menunjukkan sikap yang melemahkan solidaritas organisasi.

Setiap tindakan yang mengganggu forum sah organisasi (termasuk meninggalkan forum secara sepihak) dinilai sebagai pelanggaran prinsip kolektif dan semangat pelayanan. Kader GAMKI menjunjung tinggi sikap hormat pada proses demokratis internal organisasi.

Dari sudut pandang teologi Kristen, sikap seperti ini jauh dari teladan Kristus. Yesus tidak pernah log out dari panggilan-Nya meski menghadapi penderitaan dan penolakan. Kepemimpinan Kristen bukan tentang keinginan pribadi, melainkan tentang panggilan untuk melayani meskipun kondisi tidak ideal. Willy seharusnya merefleksikan kembali apa arti pemimpin Kristen dalam konteks pelayanan, bukan kekuasaan.

Kebutuhan Reformasi Kaderisasi

Peristiwa ini menandakan adanya celah dalam pembentukan karakter dan mentalitas kader. GAMKI HalutI perlu memperkuat pembinaan spiritual, moral, dan emosional bagi setiap anggota, khususnya calon-calon pemimpin. Kompetensi intelektual harus disertai kedewasaan emosional dan integritas etis agar organisasi tidak hanya besar dalam jumlah, tapi juga dalam kualitas kepemimpinan.

Belajar dari Peristiwa Ini

Meski disayangkan, kejadian ini bisa menjadi momen evaluasi menyeluruh bagi GAMKI. Organisasi harus memastikan bahwa proses demokrasi bukan hanya legalistik, tetapi juga edukatif. Forum seperti Konfercab bukan sekadar ajang perebutan jabatan, melainkan ruang pembelajaran bagi kader untuk membentuk watak pemimpin sejati—kuat dalam prinsip, bijak dalam konflik, dan teguh dalam pelayanan.

Penutup:

Pemimpin muda Kristen Tak Boleh Mudah Mundur. Kepemimpinan Kristen tidak mengenal istilah log out ketika situasi sulit. Justru di saat sulitlah kualitas pemimpin diuji. GAMKI membutuhkan pemimpin yang mampu menghadapi perbedaan dengan kepala dingin, bersikap dewasa dalam kekalahan, dan loyal terhadap proses. Semoga ke depan, tindakan seperti ini tidak menjadi budaya, tetapi menjadi peringatan agar organisasi memperkuat karakter pemimpin muda yang sejati—setia, sabar, dan siap memikul salib pelayanan. (*)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Copyright © 2021 KritikPost.id | Powered By PT. CORONGTIMUR MEDIA GRUP - All Right Reserved.