Kesadaran Kolektif Untuk Mencegah Meningkatnya Angka Bunuh Diri

Editor: KritikPost.id

Foto : Ilustrasi (Google).

Oleh : Jonherz Stenlly Patalatu (Akademisi Universitas Halmahera)

Kasus bunuh diri kembali terjadi di Tobelo. Beberapa waktu lalu, masyarakat desa Wari dan sekitarnya dihebohkan oleh kematian salah seorang mahasiswi akibat gantung diri. Fenomena ini menambah serangkaian kasus bunuh diri yang pernah terjadi di Tobelo. Dalam catatan media online poskomalut.com, Kabupaten Halmahera Utara (Halut) paling tinggi angka gantung diri sepanjang Tahun 2022. Tercatat sudah 13 Nyawa warga Halut tewas gantung diri. Di Indonesia, berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagaimana dilansir oleh media online databoks.com, terdapat 287 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang 1 Januari-15 Maret 2024 (Nabilah Muhamad, 2024). Bahkan mungkin ada juga kasus serupa yang belum terdata karena kematian akibat bunuh diri masih dianggap aib dan memunculkan stigma negatif bagi keluarga yang ditinggalkan.


Apa dan Mengapa?

Jika melihat data global, menurut World Health Organization (WHO, 2024) bunuh diri merupakan salah satu isu kesehatan mental yang paling kompleks dan memprihatinkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa lebih dari 700.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun, menjadikannya salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Selanjutnya berdasarkan American Academy of Child and Adolescent Psychiarty (AACAP, 2024) Bunuh diri di kalangan remaja terus menjadi masalah serius. Bunuh diri adalah penyebab kematian kedua terbanyak di antara anak-anak, remaja, dan dewasa muda berusia 15 hingga 24 tahun.

Tidak ada motif tunggal yang menjadi alasan seseorang akhirnya bunuh diri. Ada banyak faktor penyebabnya mulai dari faktor biologi, sosial, hingga psikologis. AACAP menyebutkan bahwa anak-anak yang mencoba bunuh diri disebabkan karena perasaan sedih, bingung, marah, atau kurangnya perhatian. Sedangkan di kalangan remaja, upaya bunuh diri mungkin berkaitan dengan perasaan stres, ragu terhadap diri sendiri, masalah finansial, tekanan sosial yang tinggi, kekecewaan, dan rasa kehilangan. Selain itu juga beberapa hal berikut ini dapat menjadi penyebab bunuh diri yakni mengalami konflik sosial, penyakit kronis, kekerasan, pelecehan, atau perasaan terisolasi.


Bagaimana Menekan Angka Bunuh Diri?

Penelitian oleh Bertolote dan Fleischman (Ali & Soesilo, 2021) menjelaskan bahwa kebanyakan kasus bunuh diri yang terjadi, para pelakunya cenderung tertutup dan tak mau terbuka soal permasalahan depresinya, termasuk kepada kerabat terdekat sekalipun. Inilah alasan mengapa bunuh diri sulit dideteksi.

Mengingat akan hal tersebut maka prevensi awal sangat penting untuk semua orang. Prevensi awal dapat dimulai dengan memberikan edukasi kepada setiap individu, keluarga dan masyarakat agar memiliki kesadaran untuk peduli dalam pencegahan bunuh diri. Sebagai individu, hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah memahami bahwa kesehatan atau ketahanan mental setiap orang itu berbeda-beda maka dalam bersosialiasi dan berinteraksi sebaiknya gunakan komunikasi interpersonal yang baik dan berusaha untuk menghindari candaan yang justru akan membuat seseorang merasa rendah diri. Candaan yang melibatkan body shaming, ras, kekurangan/masalah seseorang sebaiknya dihilangkan. 

Selanjutnya keluarga sebagai sistem masyarakat terkecil dapat memulai tindakan pencegahan dengan menciptakan keluarga yang aman dan ramah serta saling mendukung tumbuh kembang masing-masing anggotanya, mendukung masing-masing anggota untuk mengaktualisasikan dirinya. Dalam hal ini keluarga menjalankan fungsinya dengan baik. Selanjutnya masyarakat sebagai support system yang lebih luas harus mampu menciptakan lingkungan yang peduli terhadap kesehatan mental. Masyarakat harus terbuka terhadap isu-isu kesehatan mental dan mengurangi stigma yang cenderung menghakimi atau memandang lemah orang-orang yang ingin mencari dukungan atau bantuan atas masalah yang sedang dihadapi. Ada orang yang tidak ingin mencari bantuan karena takut dihakimi dan dianggap lemah sehingga memutuskan menyembunyikan perasaannya, bertahan dalam situasi sulit dan akhirnya malah memperburuk situasinya. Masyarakat perlu dilibatkan dalam kampanye-kampaye pencegahan bunuh diri.

Selanjutnya pemerintah daerah dan lembaga-lembaga formal seperti lembaga pendidikan, lembaga keagamaan dan tempat kerja harus menciptakan lingkungan yang sadar akan pentingnya kesehatan mental. Pemerintah daerah harus menyediakan layanan kesehatan mental yang dapat diakses oleh masyarakat seperti ketersediaan tenaga professional (seperti psikolog, psikiater, dll) baik di rumah sakit atau puskesmas. Menyediakan layanan hotline kesehatan mental yang mudah diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Sekolah sudah seharusnya memiliki program serta layanan kesehatan mental bagi siswa. Lembaga-lembaga keagamaan melalui mimbar-mimbar rohani harus lebih peduli untuk mengkampanyekan isu-isu kesehatan mental dan pencegahan bunuh diri.

Akhirnya mengurangi angka bunuh diri adalah tanggungjawab kolektif. Artinya setiap Individu, keluarga, masyarakat, pemerintah, lembaga sosial dan keagamaan harus mampu berpartisipasi aktif dan efektif. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental akan menciptakan lingkungan yang kondusif, responsif dan peduli terhadap isu kesehatan mental sehingga pada akhirnya akan tercipta komunitas yang saling mendukung dan penuh empati, dimana kamu dan aku dapat diterima, merasa dicintai serta dihargai.

Kiranya tulisan sederhana ini dapat mendorong pemerintah daerah, masyarakat, swasta, Lembaga pendidikan, sosial, agama di Kabupaten Halmahera Utara untuk lebih konsen dalam menkampanyekan isu-isu kesehatan mental serta upaya pencegahan bunuh diri. ("")

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Copyright © 2021 KritikPost.id | Powered By PT. CORONGTIMUR MEDIA GRUP - All Right Reserved.