Oleh : Pdt. ROBERT WOWOR, M.Teol
1. Pengantar
Politik dalam perkembangan dari
segi pengertian politik semakin meluas dan karena itu kita tidak mungkin
memperoleh makna tunggal tentang apa itu politik, namun dengan tujuan yang
tetap menata hidup maysarakat untuk menuju pada kesejahteraan walaupun dalam
perkembangan hal-hal semacam ini hanya menjadi slogan semata, untuk tujuan
tersebut maka diperlukan sebuah sistem politik, sistem politik ini yang
kemudian mengatur tatanan hidup sebuah negara yang selalu mengalami perubahan, (Saut Sirait, Politik Kristen di
Indonesia; jakarta, BPK-GM, 2001 hlm 19). Hal –hal semacam ini telah
menjadi diskusi atau pembicaraan dalam politik dari zamanke zaman bahkan jauh
sebelumnya yakni sejak zaman Yunani hingga zaman politik modern.
Pembicraan diatas ternyata
berbeda dengan konteks politik di Halmahera. Di Halmahera menjelang tahun
politik 2024, publik semakin ramai membicarakan dinamika terkait situasi
politik baik yang bersifat kedaerahan (politik di daerah) meupun yang berskala
Nasional Politik di Negara secara umum, artinya bahwa pembicaraan dimulai dari
Pemilihan kepala Daerah sampai Pemilihan Presiden, mulai dari calon legislatif
di DPRD sampai calon Legislatif DPRI.
Pembicaraan atau diskusi semacam
itu merupakan hal yang biasa atau lumrah terjadi hal ini diibaratkan musim
buah, dimana orang tidak akan mencari buah manggis disaat musim buah durian,
artinya bahwa fokus pembicaraan publik seolah-olah digiring untuk mendiskusikan
topik yang lagi menjadi trending untuk dibicarakan saat ini, hal ini bisa juga
dinakaman diskusi politik kontekstual.
Terkait dengan diskusi publik
tentang dinamika politik itu maka perlu untuk dilihat apa yang menjadi topik
secara spesifik atau apa-apa saja yang menjadi bahan pembicaraan publik dalam
kaitan dengan tahun politik 2024 yang berskala daerah mupun nasional, dan hal
ini kalau dicermati ataupun kalau diikuti maka kurang lebih topik diskusi
politik konstekstual orang Halmahera yang di bahas adalah ;
1. Diskusi
Politik Simbiosis Mutualistis (diskusi seputuran berapa atau apa yang akan kita
dapat dari kandidat itu, politik transaksional, Politik uang, dengan istilah
ada uang ada suara)
2 Diskusi
tentang apa dan bagaimana kandidiat itu (latar belakang kandidat secara Agama,
Suku, Budaya, Golongan)
3. Diskusi
tentang Apa dan bagaimana Partai yang dipakai kandidat.
Pembicaraan atau diskusi secaman
itu menimbulkan pertanyaan bagi kita semua yaitu Pertama ; apa yang menyebabkan atau melatarbelakangi terciptanya
pandangan politik publik yang hanya berfokus pada pembicaraan-pembicaraan itu ? kedua; apakah pembicaraan semacam itu
yang dinamakan politik identitas ? atau politik uang ? Namun Yang menjadi fokus
dari tulisan ini adalah pilitik identitas Halmahera.
2.
POLITIK
IDENTITAS
Apa itu politik identitas hal
ini kalau diterjemahkan secara sederhana bagi penulis mungkin dapat dipahami
oleh semua orang yaitu bahwa poltik identitas adalah metode atau cara sebuah
kelompok atau seseorang dalam mempengaruhi orang lain dengan pendekatan hubungan
identitas (se-agama, se-suku, se-golongan, se-kelompok,se-gerakan).
Dalam hal ini maka yang menjadi andalan kelompok atau seseorang itu akan
menonjolkan identitas-identitas tertentu dalam menarik dukungan dari berbagai
macam kelompok yang memiliki identitas yang sama. Maka politik identitas selalu
dikonotasikan dengan hal-hal yang buruk. Sebab, politik identitas dianggap
sebagai teknik promosi politik yang mengedepankan identitas bukan pada nilai
tujuan politik itu sendiri. Mengedepankan politik identitas dalam merauk
dukungan kelompok atau orang lain ini akan menghasilkan hal buruk bagi kaum
atau identitas yang lain, dengan itu maka bisa dikatakan secara langsung bahwa
politik identitas adalah politik diskrimitatif, kenapa dikatakan demikian karena
politik identitas bersifat eksklusif pada identitas tertentu seprti agama,
suku, golongan, gerakan, persekutuan tertentu saja dan tidak terbuka untuk yang
lain selama identitasnya menjadi mayoritas.
Dalam politik identitas kita akan kehilangan diskusi
atau pembicaraan politik yang bersifat secara umum dalam hal kepentingan
masyarakat secara luas, karena yang terjadi hanya akan mendiskusikan atau
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan identitas saja seperti
kepentingan agama,suku golongan dll yang seaarah atau seirama.
Namun Dari sisi yang lain kita juga dapat memahami
politik identitas secara baik untuk diterapkan yaitu bahwa politik identitas ini memberi
peringatan kepada kita tentang siapa kita dan bagaimana kita, misalnya saya
adalah orang Kristen maka nilai-nilai kekristenan itu yang harus diwujudkan
ketika berdiskusi atau berbicara tentang masyarakat umum ataupun menjadi
pemimpin disuatu daerah atau menjadi seorang wakil rakyat didaerah bahkan
sampai tingkat Nasional, dan begitu juga jika saya sebagai seorang Muslim harus
mewujudkan nilai-nilai agamanya dalam menjalankan Tugas dan tanggung jawab,
karena bagi penulis bahwa setiap identitas tidak akan mengajarkan untuk
mendiskriminasikan identitas yang lain.
Jika politik identitas seperti ini dilakukan maka tentu tidak akan ada
peraturan atau undang-undang untuk melarang itu.
Untuk mengkaji dinamika politk identitas di Indonesia
khususnya Halmahera maka kita akan di bantu dengan sebuah pertanyaan, mengapa
agama, Suku, Golongan, memiliki daya tarik tersendiri bagi para politisi ?
karena itu kita bisa lihat bahwa para pemimpin-pemimpin agama memiliki pengaruh
untuk kemeptingan politik, hal ini karena sesungguhnya bahwa partai politik
tidak memiliki masa yang pasti dan banyak seperti agama, suku, golongan dll,
untuk tujuan apa agama, suku, golongan dimanfaatkan oleh para politisi yang
pasti adalah untuk tujuan mempertahankan dan merebut kekuasaan, hal ini dapat
dilihat didaerah kita dimana kaum mayoritas itu berada dari segi agama, Suku,
golongan itu akan didekati oleh para politisi sehingga agama yang manjadi
mayoritas ditambah dengan suku mayoritas yang akan menjadi penguasa didaerah
itu dan oleh sebab sudah tidak dapat dipungkiri bahwa politik identitas adalah
politik Mayoritas.
Lalu bagaimana cara mengatasi politik identitas itu ?.
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (PKPU) no 33 tahun 2018 tentang kampanye pasal 25
ayat 4. Yang berbunyi ; Pelaksana, Peserta,
dan Tim Kampanye dilarang memublikasikan citra diri, identitas,
ciri-ciri khusus atau karakteristik Partai Politik
melalui media cetak, media elektronik, dan media dalam
jaringan yang memuat tanda gambar dan nomor urut Partai Politik, di
luar masa penayangan Iklan Kampanye selama 21 (dua puluh satu) Hari sebelum
dimulainya
Masa Tenang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
Dari hal ini itu berarti bahwa sudah ada
upaya pemerintah untuk mencegah politik identitas di negara ini namun tetap
saja terjadi, mengapa sehingga tetap saja terjadi,hal ini disebabkan dari hal
yang telah disampaikan di atas yakni menarik simpati para pemimpin agama,
suku,golongan atau kelompok tertentu untuk mendukung dalam kepentingan
tertentu.
3.
POLITIK IDENTITAS DI HALMAHERA
Politik Identitas Dalam konteks di halmahera justru
agak berbeda dengan apa yang telah disampaikan di atas dimana ide atau sumber
politik identitas berasal dari para politisi dengan tujuan mempertahankan dan
merebut kekuasaan.
Halmahera bisa dikatakan bahwa politk identitas sudah
mendarah daging dan agak sulit untuk diubah, hal ini ‘’disebabkan oleh sejarah
kelam peristiwa yang memiluhkan terjadi di tahun 1999-2000 dimana terjadi
konflik Horizontal antar eknik dan agama yang memeberi dampak perubahan
paradigma bagi kehidupan masyarakat halmahera termasuk di bidang Politik,
dimana terlahirlah dan terpatri dalam benak hampir setiap masyarakat terkait
Emosi Identitas’’ (Sefnat Tagaku; Secuil
Gagasan Laki-laki Bae 9, Porwukerto 2022, hal 51) , hal-hal seperti ini pun
sampai pada ajang perpolitikan di Halmahera, masyarakat tidak akan memilih atau
mendukung kepada kandidat-kandidat yang berbeda dari segi identitas, kaitan
dengan itu maka secara otomatis, agama dan suku dan golongan-golongan tertentu
menjadi kekuatan besar disebuah daerah dimana suatu identitas menjadi
mayoritas.
Kaitan dengan hal di atas ada wajah yang berbeda
ketika berbicara politik identitas di halmahera, sebagaimana telah di sampaikan
oleh penulis di atas yakni latar belakang sejarah kelam Halmahera tadi, dalam
konteks politik identitas di halmahera justru lahir bukan dari para politisi
tetapi lahir secara alamia dari masyarakat, masyarakat yang secara langsung
memberi penilaian dari segi identitas dengan membicaran/berdiskusi tentang
identitas itu, jadi secara umum masyarakat halmahera memandang politik bukan
apa tujuannya tetapi siapa orangnya.
4.
PENUTUP
Sebagaimana yang telah disampaiakan penulis sebelumnya
yaitu bahwa politik tidak bisa dijelaskan secara baku, karena politik tidak
memiliki makna tunggal atau tetap, sifat dan wajah politik selalu berubah,
bahkan perubahannya jauh lebih pesat dari apapun dalam politik tidak ada
istilah amin yang ada hanyalah kepentingan berlanjut (Interest continues).
Begitupun politik identitas, mungkin tetap pada identitas namun wajah dan sifat
identitas tidak akan sama dengan yang sebelumnya yaitu politk identitas secara
baik demi kemajuan bangsa karena itu sangat diharapkan untuk semua pihak kita
dapat menangkal isu-isu politilk yang berkaitan dengan identitas dan dibalut
dengan provokasi dan kebencian tidak menjadi faktor utama dalam menentukan
pilihan pada Pemilu 2024 yang akan datang. Hal ini akan berdampak dan
melahirkan pemilih yang tidak rasional akan terus bermunculan apabila politik
identitas yang dibalut dengan kebencian terus digunakan sebagai senjata dalam
berpolitik. Pun juga, partai politik beserta kader-kadernya diharapkan dapat
membangun kampanye yang berbasis kepada gagasan serta solusi konkret dari
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia secara umum dan Halmahera
secara khusus. Jangan sampai konstelasi Pemilu terus menghadirkan polarisasi
atau perpecahan di tengah lapisan sosial masyarakat Halmahera. ("").
Halmahera Barat 11 Mey 2023