Pengertian Reformasi dan Sejarahnya Pada Kehidupan Gereja
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) telah mengartikan secara sederhana tentang pengertian dari kata Reformasi, bahwa reformasi adalah suatu perubahan yang terjadi secara drastis untuk perbaikan pada bidang sosial, politik atau agama dalam suatu masyarakat atau negara.
Dalam buku Sejarah Eropa : Dari Eropa Kuno hingga Eropa modern (2012) Wahyudi Djaja, mengatakan bahwa reformasi adalah suatu hal yang dimaksud agar praktik-praktik politik, pemerintah, ekonomi dan sosial budaya, yang dianggap oleh masyarakat tidak lagi sesuai atau tidak selaras dengan kepentingan masyarakat dapat diubah dan ditata ulang agar menjadi lebih sesuai dan selaras (sosio-reformasi).
Selain itu, Sedamaryanti mengatakan bahwa reformasi adalah suatu proses yang sistmatis, terpadu dan komprehensif yang ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan untuk lebih baik lagi (Good Governance). Pengertian ini menunjukan pada sebuah gerakan perubahan oleh sekelompok orang yang bergerak untuk kepentingan masyarakat.
Hal itu berarti, bahwa reformasi dapat diartikan sebagai suatu gerakan yang berorientasi pada perubahan-perubahan sistim yang salah, untuk adanya perbaikan demi kepentingan banyak orang. Di Indonesia, gerakan reformasi dipecahkan oleh kalangan orang muda dan mahasiswa untuk merubah tata pemerintahan yang dinilai buruk pada masa Orde Baru (Orba).
Pergerakan reformasi yang dilakukan oleh orang-orang muda dan mahasiswa itu, karena menilai rezim Soeharto dalam kebijakan-kebijakan berpemerintahannya tidal lagi berpihak pada kepentingan masyarakat. Berkat dari gerakan reformasi tersebut, maka Indonesia mengalami banyak perubahan dalam kehidupan bersosial.
Gereja secara khusus dapat mengenal kata reformasi, setelah sebuah gerakan yang jitu dilakukan oleh seorang Pastor yang bergelar Profesor di Universitas Wittenberg, Jerman, yakni; Martin Luther (1483-1548). Gerakan jitu dari Martin Luther itu berawal dari sebuah tindakan protes dirinya terhadap dogma bergereja, tentang konsep pengamunan dosa.
Martin Luther tidak sekedar melakukan protes biasa seperti yang dilakukan oleh orang-orang pada umumnya dalam ruang-ruang diskursus. Akan tetapi Martin Luther justru melakukannya dengan terus menerus dan memakan waktu yang panjang. Akhirnya sembilan puluh lima (95) dalil dikeluarkan oleh Martin Luther yang disebarkan pada setiap pintu-pintu gereja untuk memprotes konsep pengampunan dosa yang membolehkan hanya dengan melalui surat.
Konsekuensi yang besar diterima oleh Luther, akibat dari gerakan reformasi yang dibunyikannya. Bahkan, Luther mendapatkan pengasingan diri dalam kehidupan bergereja. Namun apakah semangat mereformasi gereja akan punah dari dalam diri Luther? Justru semakin diasingkan, semakin dirinya mendapatkan kepercayaan yang besar dari para pemimpin-pemimpin di Jerman. Maka dengan semangat yang kuat dan kokoh, protes yang dilakukan oleh Luther terhadap Paus membuahkan hasil, sehingga hari ini kita kenal dengan gereja Protestan.
Gereja dan Politik Hari Ini, Butuh di Reformasi?
Tidak sedikit pemahaman yang mengatakan bahwa gereja tidak boleh berpolitik. Begitupun sebaliknya, ada banyak orang yang juga berpendapat bahwa mestinya gereja harus ikut memainkan irama politik. Dua pandangan tersebut hingga disaat ini, masih menjadi sesuatu yang hangat untuk dibahas. Lantas apakah gereja tidak boleh berpolitik, atau sebaliknya?
Pemahaman yang menolak gereja turut terlibat dalam dunia politik adalah mereka yang memahami bahwa gereja pada prinsipnya sebagai lembaga agama yang bertugas untuk membina umat dan mengajarkan hal-hal kebaikan. Di lain sisih, gereja diyakini sebagai suatu wadah yang rohani dan memiliki kekudusan dari Allah dan bertugas untuk menggarami dunia.
Sementara politik, dipahami sebagai sesuatu yang kotor dan berbaur kejahatan. Dalam politik, selalu dilakukan berbagai cara untuk merebut kekuasaan, termaksud cara-cara yang jahat. Alasan inilah kemudian ada sebagian orang memilih untuk menolak keterlibatan gereja dalam dunia politik.
Padahal, kita perlu menyadari dengan benar bahwa keberadaan gereja ada di tengah-tengah dunia, yang tentunya memiliki tugas dan tanggung jawab pada sebuah negara, termaksud dalam kehidupan berpolitik. Sebagai warga negara yang diatur, dipimpin dan dilindungi, maka gereja memiliki peran penting dalam berkontribusi bagi kehidupan negara melalui kerja-kerja kenegaraan termaksud berpartisipasi dalam kehidupan politik praktis.
Gereja harus mengambil peran dalam dunia politik, untuk mengusahakan kedamaian, kebenaran dan kesejahteraan umat-Nya. Hal ini juga telah dituliskan jauh sebelum ini oleh nabi Yeremia pada kitabnya, yakni; Yeremia 29:7 “Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraan-Nya adalah kesejahteraanmu.
Kitab Yeremia memberikan gambaran besar bagaimana gereja dapat memainkan dan turut terlibat dalam kehidupan politik, bahwa kehadiran gereja dalam kehidupan politik harus benar-benar mengupayahkan akan kesejahteraan umat, bukan atas kesejahteraan lembaga atau pemimpinnya. Karena orientasi dari bergereja adalah melayani umat bukan berkuasa atas umat.
Karena itu, gereja mestinya perlu mereformasikan diri dalam pemahaman yang memenjarakan dirinya tentang gereja yang tidak bisa berpolitik. Namun juga, gereja perlu mereformasikan dirinya dari orang-orang yang memanfaatkan gereja (pemahaman gereja sebagai kekuasaan) untuk berpolitik dan menguntungkan diri sendiri. Sebab jika demikian yang terjadi, maka gereja dan umatNya tidak akan memiliki kesejahteraan, melainkan kehancuran.
Selamat hari reformasi gereja. Marilah kita menjadi reformator diri sendiri untuk kehidupan gereja yang lebih baik, demi kemulian nama Tuhan. (“”).