![]() |
| Foto: Yohanes Masudede, S.H.,M.H (Ketua Perkumpulan Aktivis Maluku Utara) |
Informasi ini diperoleh berdasarkan laporan masyarakat, hasil pemantauan lapangan awal, serta dokumen indikasi operasional yang diterima Perkumpulan Aktivis Maluku Utara.
Temuan tersebut menunjukkan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam aktivitas pertambangan perusahaan tersebut yang berada di wilayah Kecamatan Weda Utara.
Selain itu, berdasarkan data yang dihimpun, PT CNGR diketahui memiliki sekitar 60 persen saham PT HSM, sehingga hampir seluruh proses operasional tambang berada di bawah instruksi atau persetujuan perusahaan induk tersebut.
Ketua Perkumpulan Aktivis Maluku Utara, Yohanes Masudede, S.H., M.H., menegaskan bahwa dugaan ini harus segera ditindaklanjuti pemerintah dan aparat penegak hukum, mengingat dampaknya dapat merugikan lingkungan, masyarakat, serta negara.
"Dari laporan masyarakat serta data awal yang kami peroleh, dugaan penambangan ilegal oleh PT HSM sangat kuat," ujar Yohanes dalam konferensi pers pada Sabtu, 22 November 2025.
Ia mengungkapkan, pada tahun 2024 lalu, PT HSM diduga telah menambang sekitar 2.400.000 ton nikel yang ditempatkan di stockpile namun belum membayarkan jaminan reklamasi kepada negara.
Selain itu, perusahaan tersebut juga diduga tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), meski kegiatan penambangan dilakukan pada area yang masuk kawasan hutan.
Menurut Yohanes, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, aktivitas penambangan tanpa izin dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan dikenakan Pasal 158.
"Kami mengecam keras dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan tanpa izin atau tidak sesuai aturan. Negara tidak boleh membiarkan adanya praktik penambangan ilegal yang merugikan negara, masyarakat, dan lingkungan," tegasnya.
Terkait temuan tersebut, Perkumpulan Aktivis Maluku Utara menyatakan empat poin sikap, yaitu:
1. Mendesak Satgas Pemberantasan Kejahatan Hutan (PKH) untuk melakukan investigasi langsung ke lokasi PT HSM.
2. Mendesak pemerintah daerah, pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM, serta aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap legalitas dokumen PT HSM dan membuka hasilnya kepada publik.
3. Meminta PT HSM segera membayar kewajiban jaminan reklamasi pascatambang kepada negara.
4. Mengimbau masyarakat untuk terus melaporkan indikasi aktivitas pertambangan ilegal dengan tetap menyampaikan informasi terverifikasi.
Yohanes menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal persoalan ini dan bekerja sama dengan pihak terkait untuk memastikan penegakan hukum berjalan secara transparan.
"Kami berkomitmen untuk terus mengawal isu ini hingga tuntas tanpa mengabaikan prinsip hukum yang berlaku. Kami berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh pelaku tambang di Maluku Utara," pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT HSM maupun PT CNGR belum memberikan keterangan resmi terkait tuduhan tersebut.(RD/Red)
