![]() |
| Foto: Riswan Sanun (Ketua Umum PP - FORMAPAS MALUT) |
Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana (PP-Formapas) Maluku Utara menilai aktivitas kedua perusahaan tersebut telah menimbulkan kerusakan lingkungan serius dan merugikan masyarakat setempat, khususnya petani dan nelayan.
Ketua Umum Formapas Maluku Utara, Riswan Sanun, dalam keterangan resmi pada Senin (24/11/25) menyampaikan bahwa dugaan pencemaran limbah tambang telah merusak lahan persawahan di Desa Bumi Restu.
Menurut laporan warga yang dihimpun Formapas, sekitar 18 hektar sawah dengan usia tanam 17 hari gagal panen akibat terdampak aliran limbah.
“Kondisi ini telah memicu keresahan dan mengancam produksi pangan lokal. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab,” tegas Riswan.
Formapas menilai, kerusakan lingkungan yang terjadi merupakan bentuk kelalaian pengawasan pemerintah daerah.
Untuk itu, Riswan meminta Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, segera mengevaluasi izin usaha pertambangan (IUP) PT JAS dan PT ARA.
Ia juga mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membekukan izin operasi kedua perusahaan tersebut.
Desakan Formapas merujuk pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), termasuk Pasal 65, Pasal 69, dan Pasal 70, serta Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba Pasal 145 dan PP No. 22 Tahun 2021 tentang PPLH.
Kerusakan lingkungan dilaporkan tidak hanya terjadi pada area persawahan, tetapi juga merambat ke wilayah pesisir.
Sejumlah petani rumput laut dan nelayan ikan teri di Desa Fayaul disebut mengalami penurunan hasil produksi sejak beroperasinya PT JAS.
Riswan menyebut kondisi tersebut sangat ironis mengingat Wasile sebelumnya ditetapkan sebagai salah satu kawasan lumbung pangan Provinsi Maluku Utara.
“Status lumbung pangan hanya menjadi slogan tanpa realisasi. Faktanya, produksi padi semakin menurun akibat pencemaran,” ujarnya.
Formapas memastikan akan menyurati Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) apabila instansi terkait di tingkat provinsi, termasuk Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, dan DPRD Maluku Utara, tidak mengambil langkah penegakan hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT JAS maupun PT ARA belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pencemaran dan dampak ekologis maupun ekonomi yang ditimbulkan.(RD/Red)
