![]() |
Foto: Surat Undangan Klarifikasi Dari Polres Halsel Kepada Zet Jems Totononu dan Amrafel Nandis Kurama |
Informasi yang dihimpun menyebutkan, kedua pejabat desa tersebut justru diketahui sedang berada di Jakarta saat jadwal pemeriksaan berlangsung.
Padahal, penyidik Polres Halmahera Selatan telah melayangkan tiga kali surat panggilan kepada Ketua BPD Amrafel Nandis Kurama, namun yang bersangkutan tidak pernah hadir untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, Kepala Desa Bobo Zet Jems Totononu juga belum memenuhi panggilan penyidik. Ia diduga berperan dalam pemalsuan tanda tangan anggota BPD untuk memuluskan pengesahan dokumen APBDes Bobo.
Korban dalam kasus ini, Fiktor Pattiasina, yang merupakan anggota BPD Desa Bobo, mengaku tanda tangannya dicatut tanpa sepengetahuannya dalam dokumen resmi desa.
Fiktor telah memenuhi panggilan Polres Halmahera Selatan dan memberikan keterangan sebagai pelapor.
“Benar, tanda tangan saya dipalsukan dalam dokumen APBDes oleh Kepala Desa,” ujar Fiktor kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan.
Selain Fiktor, anggota BPD lainnya, Kaleb Kurama, juga telah memberikan keterangan sebagai saksi. Ia membenarkan adanya dugaan pemalsuan tanda tangan oleh Kepala Desa Bobo.
Sementara itu, Ketua BPD Amrafel Nandis Kurama, yang disebut-sebut mengetahui adanya dugaan pemalsuan, tidak pernah hadir memenuhi panggilan polisi.
![]() |
Foto: Zet Jems Totononu (Kiri) dan Amrafel Nandis Kurama (Kanan) |
Dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan ini mengacu pada Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan:
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau yang dapat dipergunakan sebagai bukti sesuatu hal, dengan maksud untuk mempergunakan atau menyuruh orang lain mempergunakan surat tersebut seolah-olah isinya benar, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Selain pidana penjara, pelaku yang terbukti bersalah juga dapat dikenakan sanksi administratif, seperti teguran, pemberhentian dari jabatan kepala desa, serta sanksi hukum lain berupa pengembalian kerugian negara akibat perbuatannya.
Sejumlah pihak di Halmahera Selatan mendesak Polres Halmahera Selatan untuk menindak tegas kasus ini.
Mereka menilai dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen resmi negara dapat merugikan kepentingan umum dan berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi.
“Polres harus serius menindak kasus ini karena menyangkut kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Bobo yang enggan disebutkan namanya.
Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan ini kini masih dalam penyelidikan Polres Halmahera Selatan. Publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum terhadap para pihak yang terlibat.(RD/Red)