![]() |
Foto: Warga Bobo Saat Melakukan Aksi Penolakan |
Warga yang tergabung dalam Gerakan #SaveBobo—terdiri dari perempuan, pemuda, hingga tokoh agama—membawa spanduk dan umbul-umbul bertuliskan penolakan, seperti “Kami Menolak Perusahaan Masuk di Desa Bobo”, “Hutan adalah Rumah Kami”, hingga “Save Bobo: Tolak PT IMS”.
Penolakan disampaikan langsung di tengah berlangsungnya acara sosialisasi. Mereka menegaskan tidak datang untuk mendengar janji perusahaan, melainkan mempertahankan kampung dari ancaman ekspansi tambang nikel.
Pendeta Gereja Protestan Maluku Jemaat Bobo, Mersye Pattipuluhu, mengatakan sikap warga dilatarbelakangi pengalaman desa tetangga yang terdampak buruk akibat tambang.
Ia menilai, janji perusahaan tidak bisa menjadi pegangan, apalagi jika di masa depan terjadi pergantian manajemen dan kepemilikan.
“Operasi tambang selalu menimbulkan kerusakan ekosistem: hutan, air, laut, kebun rakyat, hingga membahayakan kesehatan warga.
Kehidupan, tanah, air, udara, dan masa depan generasi kami tidak bisa ditukar dengan alasan pertumbuhan ekonomi yang semu,” tegas Mersye.
Kekhawatiran warga juga mencakup ancaman terhadap laut yang menjadi sumber penghidupan nelayan.
Pencemaran dan pengerukan, kata dia, akan memaksa nelayan melaut lebih jauh dengan biaya lebih besar dan hasil tangkapan menurun.
Ketua Klasis Pulau-Pulau Obi, Pdt. Esrom Lakoruhut, menambahkan pengalaman di Kawasi menjadi bukti kehancuran ekologi akibat tambang: hutan rusak, pesisir tercemar, kebun hancur, sumber air hilang, penyakit meningkat, hingga kriminalisasi warga. “Itu peringatan keras bagi Desa Bobo,” ujarnya.
![]() |
Foto: Warga Bobo Membentangkan Tulisan - Tulisan Penolakan |
Ia menilai kehadiran tambang di Pulau Obi justru memperparah kemiskinan dan merusak sumber penghidupan tradisional.
Menurutnya, prosedur perizinan hanyalah formalitas yang tidak menjamin perlindungan warga dan lingkungan.
“Kami berhak hidup layak di lingkungan sehat sebagaimana dijamin konstitusi. Kami menolak PT Intim Mining Sentosa maupun PT Karya Tambang Sentosa di Desa Bobo,” tegas Vecky.
Koalisi Gerakan #SaveBobo menyebut hasil penelusuran mereka menemukan keterkaitan KTS dengan PT Intim Mining Sentosa (IMS) yang menguasai 49% saham, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (36%), dan PT Banyu Bumi Makmur (15%). Ketiga perusahaan itu terhubung dengan konglomerasi Harita Nickel.
Acara sosialisasi dihadiri jajaran direksi KTS, antara lain Direktur Utama Sandes Tambun, Manajer Eksternal Arnoldus Wea, perwakilan pemegang saham dan ahli tambang Jefri Siahaan, serta Kepala Teknik Tambang Faisal.
Dari unsur pemerintahan hadir Kepala Desa Bobo Zeth Jems Totononu, Ketua BPD Nandis Kurama, dan Kepala Disnakertrans Halmahera Selatan Noce Totononu.(RD/Red)