Oleh : Melky Molle (Pengajar Vikaris Pengajar)
KITAB Pengkhotbah dikenal dengan nama ecclesiastes (pengkhotbah di dalam jemaat). Di dalam bahasa Ibrani kitab ini disebut “Qohelet”. Kitab ini termasuk sastera hikmat. Penulis kitab ini tentu bukan Salomo, anak Daud sebagaimana diindikasikan dalam pasal 1:1. Sebab kitab ini diperkirakan ditulis sesudah masa pembuangan di Babel. Penulis menyamakan diri dengan raja Salomo yang merupakan raja yang bijaksana dan penyair beberapa amsal.
Tema utama kitab Pengkhotbah adalah kesia-siaan, bahwa segala sesuatu di dunia ini sia-sia saja. Kata sia-sia berasal dari bahasa Ibrani Hebel, yang dapat berarti sesuatu yang tidak substansial, bersifat sementara, tidak menguntungkan. Artinya segala sesuatu di dunia ini adalah palsu dan sepenuhnya sia-sia, tidak abadi, cepat berlalu dan sama saja dengan tidak ada. Kesadaran eksistensi manusia, dan semua usahanya untuk menyelesaikan sesuatu, berakhir seperti hembusan nafas. Oleh karena itu, manusia pun bukanlah tuan atas kehidupan maupun kematiannya. Manusia dapat menemukan ketenangan hanya kalau ia menerima kenyataan yang tak dapat diubah dari eksistensinya atau keterberiannya.
Dalam terang kebijaksanaan etis itulah, misteri waktu yang indah sebagaimana dimaksudkan Pengkhotbah akan dipahami. Pengkhotbah memulai dengan pernyataannya: bahwa untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah kolong langit ada waktunya. Ayat ini mengandaikan kemahakuasaan Allah atas waktu dan atas peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu. Di sisi lain, seluruh ciptaan bersifat relatif setara dan sementara. Pengkhotbah hendak menegaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini terikat oleh waktu, dibatasi oleh waktu, bersifat sementara, tidak selamanya ada. Sebaliknya, Allah adalah maha kuasa, tidak terikat dan tidak dibatasi oleh waktu.
Itulah sebabnya semua peristiwa di bawah kolong langit ini punya masa-nya, waktu-nya, momen-nya. Suatu peristiwa terjadi di suatu waktu, dan nanti akan digantikan oleh peristiwa yang lain. Pengkhotbah menghadirkan empat belas pernyataan peristiwa, yang diutarakan dalam ayat 2-8, yang adalah rencana Allah atas segala sesuatu. Empat belas pernyataan itu terdiri dari dua puluh delapan peristiwa. 28 peristiwa itu bertentangan, yang saling meniadakan. Artinya ketika yang satu ada, yang lain lenyap. Peristiwa-peristiwa itu datang silih berganti.
Di suatu waktu seseorang dilahirkan, dan suatu waktu yang lain, ia akan meninggal. Di suatu masa seseorang bercocok tanam, dan nantinya ada waktu lain untuk menuai apa yang ditanam. Ada momen di mana seseorang menangis karena sedih, tetapi ada saatnya ia tertawa gembira karena merasa bersukacita. Ada kesempatan untuk mencari, dan ada waktunya untuk melepaskan, bahkan mengalami kerugian. Ada masa di mana manusia menyimpan (mengumpulkan), dan ada masa di mana manusia membuang (memberi). Ada masa di mana manusia membenci, tetapi ada pula masa di mana ia mengasihi. Ada waktu untuk berdiam diri, dan ada waktu untuk berbicara. Semua pengalaman itu, datang bergantian menghampiri hidup manusia.
Apa maknanya peristiwa-peristiwa ini? Pertama, bahwa dalam perputaran pengalaman hidup manusia yang berlangsung terus-menerus, setiap peristiwa terjadi pada waktu yang tepat. Segala sesuatu datang dan pergi. Kemudian ada, dan kemudian tidak ada lagi, sesuai waktunya. Karena itu perlu disadari bahwa Allah berkuasa di atas semua hal dan segala peristiwa. Allah berdaulat atas segala sesuatu, bahkan Ia yang membuat segala sesuatu indah pada waktunya (ay.10).
Kedua, bahwa setiap peristiwa berlangsung dalam rencana Allah, maka usaha manusia untuk membuat sesuatu sesuai keinginannya tidak akan berhasil atau sia-sia (ay.9). Maka tidak perlu berlebihan, hidup itu mengalir, dibawa kendali Allah dan tetap berusaha. Apakah ini berarti manusia boleh apatis terhadap kehidupan dan usahanya? Tentu tidak. Justru sebaliknya, manusia mesti sadar akan keterbatasannya dan mau belajar untuk menghormati Allah dan menerima segala pemberian Allah.
Ketiga, segala kehendak manusia, naluri nya kerja kerasnya, harus ditundukkan di hadapan Allah, karena semuanya sia-sia, bersifat sementara, dan akan berakhir. Sebagaimana dikatakan ayat 9-10, apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih lelah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.
Pengkhotbah melihat bahwa segala usaha dan kerja keras manusia tidak lebih dari cara Allah membuat manusia berjerih lelah, karena toh pada akhirnya semua hasilnya belum tentu dinikmati, atau hanya dinikmati sementara, karena manusia pada akhirnya akan kembali kepada Allah jika waktunya tiba. Karena itu, kita perlu belajar menggunakan waktu sebaik-baiknya, manusia harus mengendalikan diri supaya manusia tidak berlebihan dan kehilangan kasihnya kepada Allah.
Sahabat yang disayangi, teman yang dicintai, sudara yang dikasih, Vikaris Yawan Popo. Telah pergi meninggalkan kita semua, tanpa ada batas waktu. Mungkin kita akan berpikir, waktunya terlalu cepat, karena kami masih memerlukan sahabat dan teman seperti vikaris Yawan Popo apalagi ketika bercanda dengannya. Memang harus diakui, figur seorang sahabat dan figur seorang teman diarah jalan epistemik dibutuhkan dikala kita hidup dalam jalan juang. Setiap pagi kita akan saling menyapa, setiap makan siang, kita akan saling mengingat, setiap sore kita akan saling bercerita, di kelas-kelas mengasa intelektual calon pelayan Tuhan.
Vikaris Yawan Popo adalah kebanggan keluarga, apapun kondisinya dan keberadaannya. Peristiwa Ini sangat mendukakan hati, menyakitkan dan menyedihkan bagi keluarga. Waktunya sudah tiba, sahabat Vikaris Yawan Popo telah tiada, sahabat kita vikaris Yawan Popo telah meninggalkan kita semua. Itulah kehidupan.
Memang dalam bahasa pengkhotbah semuanya adalah kesia-siaan, tapi bagi kelurga, kehadiran sahabat Vikaris Yawan Popo adalah kehadiran Allah bagi kita yang pernah mengenalnya. Kita harus bersyukur, walau dalam kesedihan, kita mengingat bahwa Allah telah menghadirkan figur seorang vikaris dan figur seorang sahabat yang sudah mengajarkan kita bahwa pentingnya saling mengasihi, baik di situasi susah maupun senang. Waktu telah mengajarkan kita semua, bahwa waktu harus diisi dengan kerja keras, dibawah kendali kuasa Allah, karena waktu adalah milik Allah. Teruslah bersyukur dan belajar dalam keadaan apapun, karena kesia-siaan itu ada, jika waktu tidak digunakan secara baik, dan diluar dari kendali Allah. Amin. ("").