Oleh : Jeplin G. Maitimu
PEMILIHAN Umum (Pemilu) yang sering disebut sebagai Pesta Demokrasi lima tahunan tidak lama lagi bakal digelar pada Februari 2024 mendatang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pengertian tersebut menegaskan bahwa Pemilu merupakan alat atau instrumen bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang dilaksanakan dengan cara yang bermartabat.
Kedaulatan rakyat diterjemahkan
dengan pendekatan rakyat mengambil bagian yang sentral dalam menyalurkan
kekuasaaannya sebagai bentuk pengejawatahan sistem demokrasi yang dianut
Indonesia. Rakyat dan Pemilu tidak dapat dipisahkan karena merupakan subjek Pemilu
yang memiliki kedaulatan dalam berdemokrasi dan yang diberi hak untuk memilih
dan menentukan siapa pemimpinnya. Olehnya itu, seyogyanya masyarakat memiliki
peran yang strategis dalam mewujudkan Pemilu yang demokratis. Peran tersebut dapat
diwujudnyatakan dengan keterlibatan aktif masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan
Umum. Namun, jika melihat kembali realitas pelaksanaan Pemilu sebelumnya, kita
akan menemukan fakta yang bertolak belakang dimana dalam penyelenggaraan Pemilu
acap kali terjadi masalah yang merugikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Permasalahan di ranah Pemilu
yang melibatkan masyarakat secara langsung terjadi di berbagai wilayah dengan
ragam kasus. Politik uang, kampanye hitam dan politisasi SARA masih ditemukan
pada Pemilu 2019 kemarin. Fakta-fakta tersebut harusnya menjadi pembelajaran penting
bagi masyarakat, dan masyarakat juga perlu terus didorong untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman tentang Pemilu agar tidak terjebak dan atau kembali
dalam permasalahan yang sama. Hal tersebut dapat ditempuh melalui sosialisasi dan
pendidikan politik warga yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyakarat
tentang pentingnya pemahaman Pemilu.
Pendidikan Politik dapat
dilakukan oleh penyelenggara Pemilu melalui pelatihan dasar yang terukur dan
sistematis. Selain itu, sosialisasi terbuka menggunakan berbagai media
informasi yang ada menjadi langkah lain yang secara simultan dapat memberi
pembelajaran pada masyarakat sehinggga dapat mendorong masyarakat terlibat
secara aktif.
Meningkatnya
keterlibatan masyakarakat dalam penyelenggaraan Pemilu menunjukan semakin
kuatnya tatanan demokrasi kita, karena demokrasi menghendaki adanya
keterlibatan rakyat dalam setiap penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh
negara. Keterlibatan aktif masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu ini yang
dikenal dengan pengawasan partisipatif.
Pengawasan Partisipatif merupakan sebuah gagasan yang mengacu pada pemahaman partisipasi politik warga negara. Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan. Masyarakat merupakan elemen penting yang berperan dalam mensukseskan Pemilu, karena tidak hanya mengawal proses tahapan, masyarakat juga diharapkan berpartisipasi dalam melakukan pengawasan. Dalam konteks ini, pengawasan partisipatif adalah masyarakat tidak hanya berperan pada peningkatan presentasi kehadiran saat pencoblosan saja, tetapi lebih mengarah pada pangawalan proses Pemilihan Umum sejak awal.
Masyarakat mengambil peran yang lebih untuk meningkatkan minat dan kepedulian warga negara untuk terlibat secara aktif melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu, menjadi mitra penyelenggara Pemilu untuk mengendus potensi pelanggaran yang terjadi pada tahapan Pemilu, minimal menjadi pemberi informasi awal serta memastikan terpenuhinya hak politik warga masyarakat dan mendorong terwujudnya Pemilu yang demokratis. Disini kita dapat melihat pentingnya masyarakat sebagai pemegang kedaulatan melakukan pengawasan partisipatif agar cita-cita Pemilu sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang dapat diwujudkan. Semoga!