Kekuasaan dan Aktivisme

Editor: KritikPost.id

Oleh : Melky Molle


Menurut Aristoteles "bahwa filsuf dan raja saling memerlukan untuk mengurusi hal ihwal masalah sosial yang dialami oleh rakyat". Filsuf harus mengkritik raja untuk mengutarakan keburukan yang dialami oleh rakyat, yang kemungkinan besar tidak didengar atau tidak diketahui oleh raja. 

Karena itu, filsuf dilatih sedemikian rupa dengan berbagai pendekatan ilmu pengetahuan (logika, metode,  atau pendekatan yang sistematis dan terstruktur, sebagai proses verivikasi), jalan mengungkap kemapanan yang dianggap benar, sebagai bagian kebenaran yang berlaku umum. 

Memang para pemikir Eropa selalu berakar pada kemampuan nalar manusia (radiks), sebagai saringan dan telaah justivikasi argumentasi. Karena itulah ilmu pengetahuan berkembang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dari zaman Yunani kuno menyebar ke Eropa sampai sekarang bukanlah tanpa tujuan ( tujuan epistemik).

Aliran -aliran pengetahuanpun tak berhenti  disitu saja, para ilmuan selalu mencari kebenaran yang berdiri pada aliran pengetahuan, seperti kaum idealisme dan empirisme, yang senantiasa mendebatkan tentang kesahihan kebenaran dari dua pendekatan itu.  

Karena itu, tindakan kita tidak dibenarkan, dimana pendekatan pengetahuan didogmatisasi hanya karena pendekatan idealisme lebih benar dari pada pendekatan empirisme. Kedua pendekatan ini telah diakui dunia sebagai pendekatan pengetahuan. 

Karena itu, kedua pendekatan ini, memiliki jalan lurus diterminan, objektifikasi yang tetap berakar pada kemampuan nalar manusia. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan fenomena demonstrasi oleh aktivis Halut.

Ditengah -tengah kondisi carut-marut situasi sosial yang kian menegangkan akibat pejabat publik dan aktivis -saling menyerang satu sama lain, oleh gelombang protes kelompok pengekang (demonstrasi -aktivis) terhadap pemerintah daerah, yang terjadi dibeberapa hari belakangan ini menjadi hal menarik.

Fenomena wacana korupsi menjadi wacana panas, bahwa pemerintah dituding lamban mengusut tuntas atas perilaku korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Dimana suara orasi oleh salasatu demonstran dengan lantang berteriak soal kasus korupsi didepan kantor Bupati Halmahera Utara. 

Bantahanpun terjadi oleh pejabat publik ketika menemui para aktivis dengan membanting mig milik para demonstran aktivis. Bahasa "bunuh"  oleh pejabat publik ke aktivisme, keluar juga dengan lantang. "bibit yang tidak baik" hantam aktivis dengan "batang kayu" keluar dengan keras. Memang amarah tidak akan melahirkan daya cermat dan daya tutur.

Dari fenomena diatas dapat di telusur mengapa demikian, ada apa dibalik itu semua, sampai ada juga yang mengatas namakan Aliansi Cinta Damai oleh sekolompok orang yang datang berteriak, se-akan-akan demontrasi adalah sala satu alasan jalan pengalihan isu dan pembungkaman yang lain, dianggap mengganggu harmonisnya hidup masyarakat Halmahera Utara.

Setelah ini, juga akan muncul para demonstran yang mengatasnamakan apa lagi? Socrates pernah berkata, bahwa "birokrasi tetap korup".  (Birokrasi tetap mempertahankan kekuasaan, itulah karakter kekuasaan yang sesungguhnya). 

Seharusnya raja harus bersikap Arif dan bijaksana, mampu mendengar setiap aspirasi masyarakat lewat advokasi aktivis sebagai bagian dari tanggungjawab moral mereka. Bukan lain dari pada itu (kekerasan verbal). 

Raja harus mampu mendengar walau tidak semua yang diasampaikan dapat dijawab raja, paling tidak mereka diberi perhatian, walaupun tanpa bertatap muka (audance) bersama pejabat publik sebagai bagian dari representatif raja. 

Begitupun aktivisme sebagai kelompok pengekang, bahwa aspirasi berbasis data dapat diperjuangkan supaya dapat dipertanggungjawabkan, bukan hanya terhadap kekuasaan tetapi kepada pihak yang berwajib, terutama terhadap masyarakat yang memiliki  hak menerima informasi atas kasus-kasus korupsi, yang merugikan masyarakat, karena korupsi adalah tindakan memiskinkan masyarakat.

Jika aktivis adalah manifestasi dari filsuf, maka perjuangannya adalah perjuangan populis demi kepentingan masyarakat banyak. Perjuangan populis seperti itu harus digerakan  secara vertikal dan horizontal, secara inkuiri, bukan gerakan amplitudo (turun naik). 

Jika perjuangan aktivis adalah perjuangan hidup banyak orang, harus diberi apresiasi tanpa tendensi-tendensi gerakan partisan opurtunis, karena itu gerakan independen yang konsisten harus mengalir seperti apa adanya, dengan tetap fokus melatakan arah perjuangannya dengan jalan lurus pengetahuan (advokasi) supaya data jadi fakta idealisme dan empirikal yang teruji.  

Logika pengetahuan kita harus digerakan supaya kita tidak jatuh pada kekerasan epistemik, sehingga bahasa kita tetap santun dan  tanggap cerdas menanggapi setiap problematika sosial maupun masalah yang merugikan masyarakat (kasus korupsi). ("").

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Copyright © 2021 KritikPost.id | Powered By PT. CORONGTIMUR MEDIA GRUP - All Right Reserved.