Refleksi HUT GMKI Tobelo Ke-31 Tahun : Imparsialitas GMKI

Editor: KritikPost.id

Oleh : Melky Molle 
Senior GMKI

MASIH diingat dalam literatur Eropa, Plato membeli halaman kuil Hekademos dari uang tebusan atas dirinya yang akan dijual sebagai budak oleh seorang tiran. Kampus tertua, Akademia, didirikan atas tebusan kebebasan itu. 

Kisah itu mengingatkan kita kembali bahwa GMKI didirikan bukan demi uang atau kuasa, melainkan demi intelektualitas yang esensinya adalah kebebasan berpikir. 

Kemajuan peradaban modern menambahkan dua nilai dasariah, yaitu imparsialitas dan Universalitas. "Sebuah gerakan intelektual menurut namanya," serta sejarah panjang ara-arakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, saya lalu menyatakan secara tegas, bahwa GMKI "bertugas untuk mengajarkan pengetahuan universal.

"GMKI lalu menguatkan pembudayaan tentang kultur intelektual yang membagikan pengetahuan secara imparsial. GMKI adalah ruang kita bersama yang mengajarkan kita untuk berpikir jernih, lurus dan terang. 

Dewasa ini, justru ketika globalisasi menyebarkan universalisme dan kebebasan, secara ironis muncul tendensi partikularisasi di dalam komunitas kampus, organisasi-organisasi pergerakan bahkan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Bukan hanya agama sebagai identitas, melainkan juga orientasi bisnis membuat ruang berpikir itu menjadi keruh dan bising. Sekarang ini, justru dalam demokrasi, GMKI ikut dalam hiruk-pikuk kepentingan. Yang terancam disini adalah imparsialitas. 

Situasi tersebut mendesak kita untuk menimbang kembali peran GMKI pada tiga Medan GMKI seperti gereja, perguruan tinggi dan masyarakat kita yang pada umumnya dalam menyongsong Pemilu 2024. Bagaimanakah GMKI memainkan peran khasnya di tengah-tengah turbulensi politis kita?

Kebanyakan orang GMKI lebih bangga diri menjadi Bupati, Rektor, atau Anggota DPR, daripada menjadi peneliti atau pekerjaan-pekerjaan lain. Dalam atmosfer seperti ini muncul loyalis-loyalis pejabat-pejabat tertentu yang dalam periode tertentu berasal dari partai-partai tertentu. 

Rezim berubah, GMKI pun ganti warna, Semoga tidak. Contoh terkenal untuk sikap partisan atas birokrasi adalah filsuf Martin Heidegger yang waktu itu sebagai rektor di disalasatu kampus di Jerman memihak Nazi dan menjadi antisemitis terhadap koleganya sendiri, Karl Jaspers. Siapa dapat menjamin bahwa sikap partisan seperti itu tidak ada di organ-oragan pejuang sosial kita, kampus kita termasuk GMKI kita?

Mengingat martabatnya sebagai kekuatan intelektual Kristen, maka GMKI diharapkan berdiri tegak tidak jatuh pada sikap-sikap partisan seperti itu, yang tunduk pada kepentingan-kepentingan partikular, entah dari pasar, agama, atau birokrasi, yang lebih merugikan demokrasi daripada menguntungkannya. Kalkulasi strategis membuatnya oportunis, dan kata Newman, "kalkulasi tak pernah membuat atau melahirkan seorang pahlawan atau pemimpin". 

Publik mengharapkan GMKI sebagai pejuang nilai universalitas yang humanis yang progresif tetap memiliki suara profetis di tengah-tengah turbulensi politis." Karena itu 1 Korintus 15 ay. 57b Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, artinya posisi kita harus dalam posisi yang teguh atau kuat. 

Kita kuat karena ada kekuatan dari Tuhan seperti yang dinyatakan dalam Efesus 6:10, kita kuat karena kita ada dalam Tuhan (dalam Kuasa Tuhan). ("").

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
Copyright © 2021 KritikPost.id | Powered By PT. CORONGTIMUR MEDIA GRUP - All Right Reserved.