Oleh:
Abidin Mantoti
PENYELENGGARAAN pemilu serentak nasional tahun 2024 untuk memilih pejabat yang menduduki kursi
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
masih menggunakan regulasi yang sama yaitu Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017
tentang pemilihan umum, sehingga sistem pemilu juga masih menggunakan sistem
proporsional terbuka.
Seperti
diketahui saat ini sejumlah kalangan sedang menggugat sistem proporsional
terbuka menjadi proporsional tertutup di Mahkamah Konstitusi. Jika dalam waktu
dekat Mahkamah Konstitusi memutuskan terhadap salah satu pilihan, apakah
konsisten mempertahankan model penyuaraan terbuka ataukah hasil putusannya
menerima gugatan sejumlah pihak mengenai sistem proporsional tertutup, akan
sangat berpengaruh pada format dan desain surat suara untuk pemilu 2024.
Jika
menggunakan sistem proporsional terbuka maka model penyuaraan terutama
berkaitan dengan desain surat suara akan persis sama seperti pemilu 2019 lalu
dalam hal surat suara memiliki struktur yang kompleks karena memuat sejumlah
calon legislatif pada setiap daerah pemilihan. Sebaliknya, jika terdapat
perubahan menjadi proporsional tertutup, maka struktur desain surat suara akan
sangat sederhana karena hanya memuat logo partai politik. Bagaimana jika sistem
pemilu proporsional terbuka tidak berubah?
Walaupun
tidak ada perubahan pada undang-undang pemilu, putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 55/PUU-XVII/2019 sebenarnya memberi ruang kepada para pengambil kebijakan
untuk memilih diantara salah satu format pemilu untuk di aplikasikan pada
penyelenggaraan pemilu 2024. Namun, hal tersebut tidak dilakukan, sehingga
format pemilu akan persis sama seperti pemilu 2019.
Belajar
dari pemilu 2019, format pemilu serentak dengan lima jenis surat suara mengakibatkan
timbulnya kerumitan yang berpengaruh pada sikap pemilih dalam menyalurkan hak
pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kerumitan juga dirasakan oleh
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terutama saat penghitungan
hingga rekapitulasi suara. Format pemilu semacam ini dinggap sangat rumit dan
melelahkan.
Kerumitan
dari format pemilu semacam ini bagi pemilih terlihat dari banyaknya surat suara
tidak sah.
Fakta demikian dapat dilihat dari hasil temuan penelitian bahwa surat suara
tidak sah pemilu presiden sekitar 2,38% atau 3.754.905 surat suara dari total
surat suara sah; untuk pemilu DPR
terdapat 11,12% atau 17.503.953 surat suara tidak sah, dan di pemilu DPD ada
19,02% atau 29.710.175 surat suara tidak sah (Sadikin. 2021).
Format pemilu semacam ini menelan korban
yang begitu banyak dari KPPS karena kelelahan. Data dari Kementrian Kesehatan disebutkan tidak kurang dari 527 Petugas KPPS meninggal, 11.239 orang menderita sakit selama
berlangsungnya proses pemungutan hingga penghitungan suara pada pemilu 2019. Diduga kuat faktor utama di balik berita duka yang menciderai Pemilu 2019 tersebut ialah
karena kelelahan akibat beban berat para petugas (Aziz, et all, 2019).
Pertanyaan yang muncul kemudian, jika format pemilu persis sama
seperti pemilu 2019 yang dianggap terlalu rumit dan melelahkan, maka seperti
apakah kebijakan manajemen pemilu dalam menyelenggarakan pemilu 2024 yang dapat
menghindari munculnya kerumitan bagi pemilih dan jatuhnya korban bagi KPPS
karena kelelahan? Dalam konteks demikian, jawaban yang paling realistis adalah
dengan melakukan perbaikan pada aspek regulasi teknis manajerial dan adanya
inovasi pada beberapa tahapan penyelenggaraan pemilu.
Kerumitan
pemilu 2019 sangat terkait erat dengan sistem pemilu. Saat itu penyelenggaraan
pemilu dilaksanakan dengan tiga sistem pemilu sekaligus, sistem proporsional
untuk pemilu legislatif, Two Round System (sistem dua putaran) untuk pemilu
Presiden, dan pemilu DPD menggunakan sistem SNTV (single non transferable vote,
pilihan tunggal yang tidak dapat ditaransfer). Dua sistem terakhir bisa
dikatakan sangat mudah dalam mekanisme penyuaraan. Namun, prosedur penyuaraan
itu sangat rumit untuk sistem proporsional terutama menggunakan mekanisme
penyuaraan terbuka. Selain itu, kerumitan tersebut memiliki kaitan erat dengan
besaran daerah pemilihan.
Mengingat
regulasi tentang pemilu 2024 tidak berubah sehingga besaran daerah pemilihan
masih menggunakan 3 – 10 untuk DPR dan 3
– 12 untuk DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, maka kebijakan perbaikan manajemen
pemilu hanya bisa dilakukan pada regulasi teknis mengenai surat suara, formulir
peruntukkan sebagai dokumen absah pencatatan hasil pemilu di TPS dan inovasi
penggunaan teknologi.
Perihal
surat suara dan formulir peruntukan, KPU Republik Indonesia telah melakukan
simulasi tentang penyederhanaan desain surat suara dan formulir untuk pemilu
2024. Dari segi inovasi berkaitan dengan teknologi pemilu, Aplikasi Sistem
Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang pernah di pakai pada Pilkada
Serentak tahun 2020, akan digunakan kembali pada pemilu 2024. Walau upaya yang
telah dilakukan KPU tersebut, masih banyak yang pesimis terhadap desain
penyederhanaan surat suara dan penggunaan aplikasi Sirekap pada pemilu 2024.
KPU dalam simulasi di Kota Manado,
Sulawesi Utara (20/11/2021) tentang Penyederhanaan Desain Surat Suara serta
Formulir Pemilu 2024 memperkenalkan tiga bentuk desain surat suara. Pertama,
desain surat suara dengan satu Kertas/Surat suara yang menggabungkan lima jenis
pemilihan sekaligus yaitu Pilpres, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD, dan
DPRD Kabupaten/Kota. Kedua, terdapat dua surat suara yang terdiri atas (1) surat suara
yang menggabungkan empat jenis pemilihan sekaligus yaitu Pilpres, DPR
RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dan (2) surat suara DPD. Ketiga,
desain surat suara dengan tiga jenis surat suara, (1) surat suara yang menggabungkan
dua jenis pemilihan yaitu Pilpres dan DPR RI, (2) surat suara DPD, dan (3)
surat suara yang menggabungkan dua jenis pemilihan yaitu DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Opsi pertama dan kedua akan sangat
merepotkan pemilih terutama pada pemilih terutama lansia apalagi dengan tingkat
literasi masyarakat Indonesia yang sangat minim. Desain pada opsi pertama dan
kedua membuat surat suara terlalu besar akan melebihi bilik suara sehingga tidak
efektif dan bisa melanggar asas kerahasiaan. Nomor dan logo peserta pemilu,
nomor urut dan nama calon akan terlihat semakin kecil karena ruang pada setiap
baris semakin sempit. Kecuali desain pada opsi kedua, dalam hal surat suara DPD
masih terpisah sehingga akan persis sama seperti pada pemilu 2019. Desain
penyederhanaan surat suara pada opsi pertama dan kedua bisa dikatakan sangat
merugikan peserta pemilu dan merepotkan penyelenggara pemilu.
Jika diperhatikan secara akurat,
desain penyederhanaan surat suara yang dianggap sangat realistis dalam format
pemilu serentak tahun 2024 adalah pada opsi ketiga. Surat suara pertama yang
menggabungkan jenis pemilihan presiden dan DPR RI sangat sesuai untuk
mewujudkan coattail effect, dalam hal
mempengaruhi preferensi pemilih untuk memilih calon legislatif dari partai yang
sama dengan pilihannya pada presiden pengusung partai tersebut. Hal ini
bertujuan memperkuat skema sistem pemerintahan presidensialisme pasca pemilu. Selanjutnya,
surat suara DPD harus terpisah, karena memiliki sistem representasi politik
independen diluar partai politik dan punya fungsi terpisah dari DPR. Jenis
surat suara yang ketiga yang menggabungkan pemilu DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota juga bisa dianggap tepat untuk mewujudkan akselerasi dan
konsolidasi internal partai politik ditingkat lokal, walau preferensi pemilih
kadang sangat berbeda pada hari pemungutan suara.
Walupun begitu, desain surat suara
pada opsi ketiga diatas juga masih memiliki kerumitan yang berimplikasi pada
sikap aktor pemilih dalam memberikan suara di TPS terutama pada surat suara yang
menggabungkan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sebagaimana pada opsi
pertama, kerumitannya terjadi pada
kecilnya ruang baris nomor urut dan nama caleg yang relatif masih sempit. Hal
ini membuat tulisan dalam baris tersebut terlihat kecil, akibatnya menyulitkan
mayoritas pemilih apalagi dengan besaran daerah pemilihan yang memiliki alokasi
hingga 12 kursi di lembaga legislatif dengan jumlah partai politik sebanyak 18 partai
politik yang menjadi peserta pemilu tahun 2024.
Sebenarnya, opsi desain lima jenis
surat suara sebagaimana digunakan pada pemilu 2019 sangat mungkin dipertimbangkan
kembali untuk digunakan pada pemilu 2024 dengan catatan dilakukan
penyederhanaan pada formulir peruntukan sebagai dokumen absah hasil
penghitungan suara di TPS. Juga upaya meningkatkan kegiatan sosialisasi terkait
lima jenis surat suara ke seluruh lapisan masyarakat tidak hanya dilakukan
penyelenggara pemilu, namun harus melibatkan peserta pemilu, stakeholder
pemerintah daerah dan masyarakat.
Mengenai formulir peruntukan yang
dikerjakan penyelenggara pemilu adhoc seperti KPPS, kompleksitas formulir
peruntukan pada pemilu 2019 dapat divisualisasikan sebagai berikut. Setelah
penghitungan suara yang dituangkan dalam model C1-Plano, pekerjaan KPPS
berikutnya adalah menyalin hasil penghitungan suara tersebut dalam berita acara
dan sertifikat hasil penghitungan suara untuk setiap jenis pemilihan yaitu
model C-KPU (berita acara) 4 halaman sebanyak 22 rangkap, model C1-PPWP
(pilpres) 2 halaman sebanyak 7 rangkap, model C1-DPR 6 halaman sebanyak 20
rangkap, model C1-DPD 5 halaman sebanyak jumlah anggota calon perseorangan,
model C1-DPRD Provinsi 6 halaman sebanyak 20 rangkap, dan model C1-DPRD
Kabupaten/Kota 6 halaman sebanyak 20 rangkap.
Hasil
rekap dari penghitungan suara yang dituangkan dalam berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara disampaikan kepada masing-masing peruntukan bagi KPU,
PPK, PPS, Pengawas TPS, masing-masing saksi Partai Politik, saksi Paslon
Presiden dan masing-masing saksi calon perseorangan DPD.
Gambaran
pengisian formulir dan banyaknya salinan peruntukkan yang menjadi tugas KPPS
diatas terasa sangat berat dan diluar batas kewajaran. Pengisian Salinan
formulir tersebut jika dikalkulasi bisa mencapai 500 halaman dan harus
diselesaikan dalam jangka waktu sekitar 24 jam.
Dengan
demikian, penyederhanaan formulir peruntukan bisa mengurangi resiko munculnya
kompleksitas ditingkat KPPS pada pemilu 2024. Apalagi didukung dengan
penggunaan aplikasi Sirekap, akan sangat mempermudah dan mengurangi beban kerja
KPPS ditingkat TPS. ("").